wanna be a writer and a famous pianist as soon as possible , I just wanna make them proud of me

Friday, February 6, 2015

paper

Dear you,
My lovely, my life, my everything, my second dad who I called “PAPA”


Pa..
Wita emang janji sama papa wita gak bakal nangis. Tapi wita izin sama papa ya? Wita pengen nangis dulu malem ini.

Wita kangen pa.
Wita gak tau wita harus kemana kalo wita kangen sama papa. Boleh wita nerusin tulisan ini? Papa pasti tau kan wita nulis ini sambil ngapain?

Pa.
Papa tenang aja. Wita baik-baik aja kok. Wita juga bakal jadi anak yang lebih baik.

Pa.
Papa gausah khawatir sama permasalahan yang sebenernya sudah papa tebak. Wita janji, wita bakalan lebih baik dari ini. Wita masih punya mama sama daddy, jasmine, chandeni, dan yang lainnya yang papa sendiri juga tau kalo mereka sayang sama wita.

Urusan masa depan, wita janji wita bakalan sukses. Wita bakal bisa ngatur semuanya. Yang penting buat wita sekarang dan sampai kapanpun itu cuma satu, pa..wita cuma mau papa tenang di sana.
Kadang wita kepikiran. Wita gak nyangka, pa..papa ninggalin semua ini. Papa ninggalin wita..
Kita nonton bareng kemarin itu, itu beneran yang terakhir? Wita sama sekali gak pernah kepikiran itu pa..
Papa mijitin kepala wita, itu juga yang terakhir?
Papa minta di beliin nasi goreng, itu juga yang terakhir?
Wita tidur-tiduran sama papa, itu juga yang terakhir?

Maaf ya pa, kalo papa tau wita sekarang suka males kuliah.. Wita masih belum terbiasa pa. Tiap kuliah, dijalan, wita inget papa terus.. Pas nyampe kuliah, wita selalu ngecek hp kebiasaan dapet sms dari papa dan kebiasaan ngabarin papa. Apalagi pas pulang..itu saat-saat yang masih belum terbiasa pa.. Pas pulang kuliah atau pulang dari pergi darimanapun, wita selalu buka hp pa..biasanya papa sms “dimana nak?” atau biasanya wita yang ngabarin “wita sudah sampai pa” dan biasanya juga papa telpon..

Pa.
Wita kangen..
Wita kangen makan coklat bareng papa
Wita kangen papa ngupasin kulit jeruk buat kita makan
Wita kangen papa joget-joget india
Wita kangen papa nyanyi
Wita kangen ngitungin total belanjaan sambil becandaan sama papa
Wita kangen main lempar-lemparan ke tempat sampah
Wita kangen kita bongkar-bongkar lemari buat nyari “harta karun”
Wita kangen papa..

Cuma lewat blog ini wita bisa ngeluarin semua yang ada dlm hati wita pa..
Papa tenang ya.. Wita baik-baik disini.. Dan wita akan lebih baik dari ini..


With a big love,
Your lovely daughter who you called “Dewita”

sepercik harapan

Aku berdiri tepat di depan cermin kamarku. Memandangi sosok wanita yang sangat terlihat tegar. Tetapi, aku melihat ke dalam matanya.
Ketegaran itu hanyalah satu upaya untuk mewujudkan sebuah janji besar yang sudah terikat sejak lama.
Kekuatan itu hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang mengaku sangat menyayanginya.
Lalu aku mulai melihat tetes demi tetes air jatuh dari matanya. Dia menangis. Semakin kencang seperti mengisyaratkan kerapuhan yang sangat dalam. Dia masih menangis. Seperti ingin meminta sesuatu dariku. Tangis itu pecah. Kini aku memberanikan diri untuk lebih lekat melihat keujung matanya. Ada setitik harap disana. Dia berharap kekuatan lebih dari yang dia beri untuk semua orang yang menatapnya. Dia berharap kekuatan yang bukan hanya kekuatan dari dalam hatinya. Tangis itu semakin pecah. Matanya penuh dengan air. Kesedihan yang selalu dia tutupi kini terlihat jelas. Kesedihan yang membakar seluruh isi hatiku ketika aku lebih lekat memandangnya.
Sebelum ini, aku sangat mengenal sosok ini. Sosok yang setiap harinya tertawa, melepas penat yang ada dipikirannya. Tetapi kini aku semakin mengerti makna yang tersimpan erat di dalam tawa itu. Tawa yang mengisyaratkan bahwa dia harus kuat. Tawa yang mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja. Tetapi untuk satu kali ini, aku benar-benar tertegun didepannya. Tidak pernah terlintas dibenakku bahwa dia adalah wanita yang lemah. Wanita yang sedang merasakan kehilangan yang begitu dalam.
Tangannya menyentuh pundakku. Seperti memaknai bahwa dia membutuhkan pundak untuk bersandar walau hanya beberapa menit saja. Pundak yang akan dia basahi dengan sejuta kejujuran atas kelemahan dia saat ini. Pundak yang akan menjadi satu titik kekuatannya yang baru.
Lalu tangannya menyentuh jemariku, lalu menuntun agar aku mengusap lembut pipinya. Pipi yang dibasahi oleh air matanya. Dia kembali mengisyaratkan sesuatu yang bermakna dalam. Yang sepertinya sangat dia butuhkan saat ini. Dia memberi makna bahwa dia membutuhkan jemari yang hanya sekadar untuk mengusap air matanya yang turun bagaikan hujan saat mendung tiba. Mendung. Aku kembali menatap matanya. Satu kata itu tertangkap olehku.
Kini tangannya terangkat sebatas lengan tanganku dan melebar dengan pela. Dia seperti ingin dipeluk. Merasakan kehangatan kecil untuk melepas lelahnya, melepas penatnya dari semua permasalahan hidup yang teramat sakit untuk terus dia rasakan. Aku mencoba menggapainya, ingin sekali rasanya aku berada dalam pelukannya untuk menjadi penopang dan alasan dia untuk terus berusaha lebih kuat dan tegar. Tetapi, tidak akan ada yang bisa memeluk drinya sendiri.
Betapa hebatnya wanita ini, pikirku.
Dia bertahan demi orang tuanya. Dia bertahan demi keluarga besarnya. Dia bertahan demi sahabatnya.
Betapa kuatnya wanita ini.
Dia menguatkan dirinya semampu yang dia bisa.
Tuhan,
Atas nama wanita ini, aku memohon kepadaMu..
Kuatkan. Tabahkan. Beri yang terindah untukKu..