wanna be a writer and a famous pianist as soon as possible , I just wanna make them proud of me

Thursday, June 6, 2013

lewat jari, saya berterimakasih



Untuk saya secara pribadi, saya mendapatkan perkembangan terhadap pola pikir saya. Dengan pembelajaran mata kuliah IKD (Ilmu Kealaman Dasar) ini, saya mendapatkan pengetahuan lebih luas dam lebih kompleks tentang apa dan bagaimana semua yang ada dan tercipta di dalam kehidupan. Sebagai contoh, pada saat Bapak Pembimbing saya dalam mata kuliah ini; Bapak Sanjaya, memberikan “tontonan gratis” melalui video yang beliau persiapkan mengenai ekosistem yang ada pada Makhluk ciptaan yang Maha Kuasa, saya mendapatkan pola pikir lebih luas dan mendapatkan “ketukan” hati melalui pemikiran untuk mencoba lebih dapat menghargai ciptaanNya dan menghargai semua yang telah Dia berikan di dalam kehidupan nyata ini. Cotoh lain adalah ketika Beliau kembali memberikan “tontonan gratis” dengan topik yang berbeda dari yang sebelumnya; mengenai aplikasi sel, itu tentu saja sangat memberikan manfaat yang begitu besar dalam proses penambahan ilmu maupun pengetahuan saya pribadi, meskipun saya sudah mengenal sel tersebut sejak saya menduduki kursi SMP dan dilanjutkan pada jenjang SMA, saya belum pernah mengenal sel sekompleks apa yang sudah saya tonton dalam perkuliahan IKD ini. Selain itu, pembelajaran IKD ini juga telah mengajak saya untuk berimajinasi menggunakan akal sehat tentang kehidupan yang akan datang, dan hal tersebut telah membuat saya lebih bisa menghargai apa yang ada dalam kehidupan yang saya jalani saat ini..

Untuk Bapak Sanjaya, dosen yang begitu membanggakan dan sangat berperan dalam tulisan ini, saya ucapkan terimakasih… bekalmu akan berguna, kelak.. suatu saat nanti..

Tuesday, June 4, 2013

for my Lovely Daddy

aku tak akan pernah bisa tahu bagaimana kehidupanku tanpamu
aku tak akan pernah bisa tahu bagaimana bentuk sebuah kebahagiaan jika aku tidak memilikimu

aku tanpamu bagaikan goa tanpa cahaya, gelap.

Papa, aku begitu mencintaimu, kamu adalah ciptaan Tuhan teramat berarti untukku. Keringat yang setiap hari aku lihat, adalah butir-butir cintamu untuk kami; keluarga kecilmu, aku tahu itu. Papa, pengorbanan yang telah kamu lakukan adalah wujud kasih sayangmu untuk kami yang begitu membutuhkanmu. Papa, semua cobaan silih berganti memasuki kehidupan kita yang begitu sederhana ini, namun semua kamu sikapi dengan senyumanmu yang begitu tulus, menegarkan, menyabarkan, dan selalu memberikan kekuatan kepada kami yang ikut merasakan.

maafkan aku yang begitu menyusahkan untukmu, semua yang aku lontarkan untuk meminta semua perwujudan atas semua keinginanku, atas semua keegoisanku.
maafkan aku; anakmu yang sering lupa diri, selalu berharap lebih.
maafkan aku; yang terlalu kekanak-kanakan dalam menyikapi hari

yang perlu dan harus kamu tahu, Pa..
aku, anakmu yang selalu meminta apapun yang harus terpenuhi olehmu, begitu menyayangimu, tulus, berterimakasih tanpa tahu caranya membalas jasamu, mencintaimu dengan hati yang begitu suci..

terimakasih, papa..
I Love You, my Lovely Dad..

Saturday, June 1, 2013

curahan kepada Sang Maha Sempurna

Tuhan,
aku tahu semua yang aku lakukan belum sampai titik penghabisan segala usaha yang telah Engkau siapkan
aku tahu semua yang terjadi adalah terbaik untukku

Tuhan,
begitu banyak kekecewaan dalam langkah kecil ini
begitu banyak kerikil tajam dalam jalan ini
tetapi ini semua adalah pemberian dari-Mu dan inilah yang harus aku lalui

Tuhan,
Engkau maha Mengetahui, Engkau pasti tahu apa saja yang ada dalam hati kecil ini
Engkau maha Melihat, Engkau pasti melihat bagaimana usahaku untuk selalu tegar berdiri

Tuhan,
semua yang aku lakukan, semua yang aku niatkan, semua yang aku cita-citakan, hanya untuk dua ciptaan-Mu yang Engkau tunjuk untuk menjaga, membesarkan, dan menjadi pengisi hari dalam hidupku

Tuhan,
aku bersujud dan meminta semua yang terbaik untukku, untuk aku jalani kelak di masa depanku
aku meminta semua yang mereka inginkan
aku meminta jalan agar aku sampai pada niat ku yang begitu tulus aku ukir dalam hati kecil ini

Tuhan,
tolong berikan aku kekuatan kesabaran dan keteguhan hati, agar aku mampu kembali berdiri dari semua kegagalan menuju niat suci ku yang telah aku lukis indah ketika aku tahu apa yang mereka harapkan dariku
tolong berikan aku jalan terbaik, berikan aku petunjukMu atas apa yang harus aku lakukan demi membahagiakan mereka, orang yang selalu membahagiakan aku, sesakit dan sesulit apapun itu..

Betapa sakitnya ketika jalan ini terhenti
Betapa bodohnya ketika semua usaha ini tanpa hasil yang begitu berarti
Betapa sesaknya nafas ini ketika ku tahu, ini bukan jalanku

aku percaya pada apa yang telah Engkau berikan
aku percaya, Engkau selalu ada

dan aku percaya, bahwa Engkau pelukis pelangi yang begitu indah setelah hujan badai menerpa dalam kehidupan..

terimakasih, Tuhan, atas petunjuk yang selama ini Engkau berikan, dan teguhkanlah niat kecil ini agar tidak terhapus oleh rasa sakit yang begitu menyiksa..

maaf, untuk dua makhluk ciptaan Tuhan, aku belum memberikan hasil dari niat tulusku
maaf, untuk kalian yang tetap membanggakan di atas semua kegagalan

terimakasih atas apa yang telah kalian berikan, teruntuk Tuhan yang maha Sempurna..

masih untuk orang yang selalu "sama"

malam ini aku sempatkan untuk kembali menarikan jari-jariku untuk kamu, orang yang begitu menyebalkan..

kamu menyabalkan, tapi masih saja aku ingin menulis untukmu!
kamu bodoh! kenapa di setiap kekesalan yang kamu lukiskan tidak pernah membuatku marah?
terkadang kamu terlihat berbeda, yah, seperti beberapa hari yang lalu aku menulis tentang perbedaan yang menyelimuti kamu yang sebenarnya.

setiap yang kamu lakukan, setiap yang kamu ciptakan, entah seberapa bodohnya itu, seberapa menyebalkannya tingkah yang kamu lukiskan, aku masih saja tidak bisa melampiaskan kemarahanku!

jujur saja, setiap kemarahan yang tertahan selalu menghasilkan air di kelopak mataku, apa kamu pernah melihatnya? hal kecil yang begitu mengganggu pikiranku adalah ketika kecemasan itu ada, entahlah, kamu dengan kebodohanmu itu selalu menghasilkan satu kekesalan yang dengan sekuat tenaga aku tahan untuk tidak aku lontarkan kepadamu, kamu tahu? kepolosan yang kamu bentuk, membuat ketidaktegaan itu hadir, tapi kamu tahu? di setiap semua berhasil aku tahankan, ketika itu pula aku meneteskan beberapa air dari mataku, kalau bukan marah. lalu apalagi yang harus aku lakukan selain mewakilinya dengan air mata? bukankah kamu pun pernah meneteskannya untuk kekesalan yang kamu tahan karenaku? bukankah kita sama?

selalu. semua hal yang kita lakukan selalu sama, nasib pun mungkin akan berlaku sama, hanya saja bidang cita-cita yang kita ukir itu berbeda, tetapi coba kamu pikir, cita-cita yang kita bina, memiliki keterkaitan yang begitu erat, bukankah itu dapat kita katakan "sama"? tentu saja.

persamaan yang di dasari atas ketidaksengajaan oleh sebuah keadaan membuat kita lebih saling mengenal, bukan? dan semua itu bisa menghantarkan kita kepada untuk saling lebih mengerti dan menghargai?
"menghargai" yah.. itu hal yang hampir tidak pernah kamu lakukan..

masihkah ada pertanyaan "apa" untuk alasan perkataanku bahwa kamu "hampir" tidak pernah menghargai?
semua jawaban ada padamu, tetapi masih saja aku tidak bisa melontarkan semua yang membuat aku marah, bukan? banggakah kamu? yah, aku yakin ketika kamu membaca semua hasil tarian ini kamu akan tersenyum simpul dengan membayangkan semua hal yang dengan bodoh dan dengan polosnya kamu lakukan tanpa melihat titik kekesalan orang lain terhadapmu, terutama aku, orang yang lebih bodoh menahan segala amarah, dan mewakilinya dengan tetesan airmata..

tetapi.. semua yang kamu lakukan semakin membuat aku mengerti, aku hidup untuk orang yang begitu menyayangiku, aku hidup untuk suatu tujuan, aku hidup untuk cinta kasih orang yang begitu tulus, aku hidup untuk mereka; para sahabat penopang langkah, aku hidup untuk beberapa motivator, aku hidup untuk cita-cita yang begitu jauh, aku hidup untuk orang yang selalu membanggakan aku; termasuk kamu..

terimakasih, untuk semua yang telah kamu lakukan, semua pembelajaran yang begitu berarti, untuk semua kekesalan yang begitu menyenangkan, untuk semua senyuman jengkel yang selalu terukir dengan manis, untuk semua motivasi yang membangkitkan semangat hidup, untuk semua hal yang kamu lakukan untuk menyadarkan aku dari semua kesalahan langkahku..

terimakasih untuk kamu, orang yang akan tetap selalu sama..

yang Pernah Singgah



Cinta  adalah  sebuah  anugerah  terbesar  dan  terindah  dalam  hidup
Cinta  yang  tulus  hanya  ada  dalam  cinta  kasih  sang  pencipta
Cinta  yang  abadi  adalah  cinta  yang  tercipta  dari  kedua  orang  tua
Cinta  yang  sempurna  adalah  cinta  dari  sebuah  persahabatan
Dan  cinta  yang  takkan  mampu  tergantikan  adalah  cinta  darimu..

Duduk  santai  di  teras  kamar  adalah  hobi  baruku.  Dengan  di  temani  secangkir cappucino  hangat  di pagi  hari  dan  Suara  takbir  yang  berkumandang,  membuatku terhanyut  dan  memaksaku  untuk  mengingat  sosok  dirinya  yang  selalu  menemani  waktu  kecilku,  Nenek.  Tanpa  sadar,  mataku  mengeluarkan  satu  tetesan  air  ketika  dalam  benakku  mengucapkan  nama  itu.

“dir,  ikut  mama  ya?”  lamunanku  terhenti  seketika,  dengan  gerakan  cepat  aku  mengusap  air  mataku
“bisa  ga  sih  ma  ketuk  pintu  dulu  aah.  Kemana?”  wajah penasaran itu ada
“hari  ini  kan  hari  raya,  kamu  lupa  atau…”   mama;  orang  yang  membuat  aku  mengerti akan  makna  ketulusan,  menatap  aku  penuh  curiga
“gamungkin  lupa  kali  maa,  ah  ngebetein  deh “  
Mama  menatapku  dengan  senyumannya  yang  khas;  begitu  manis  untuk  seorang  ibu.
“hahahaha  digituin  doang  ngambek,  yaudah  mama  tunggu  ya!”
“kita  kemana  ma?”
“ke  rumah  saudara  mama,  disana  ada  Bela  sama  Ariz  sepupu  kamu, kakak  kamu  juga  ikut  kok,  papa  doang  tuh  yang  males  ngikut”
“bawel  deh  ma  yang  di  tanya  apaan  yang  di  jawab  apaan  juga,  yaudah  Dira  prepare  dulu”  dengan  langkah  malas,  aku  berdiri  dan  bergegas  untuk   mempercantik  diri  menyambut  hari..
Aku,  Dira  Neirisa,  anak  kedua  dari  tiga  bersaudara,   memiliki  keluarga  yang  cukup  humoris  penuh  dengan  kebahagiaan  tanpa  pernah  menciptakan  satu  kesakitan  dan kesedihan  dalam  hati  dan  langkah  kehidupan.
. . .
Dalam  waktu  30  menit, aku,  mama,  kakak  dan  adik  kecilku  sampai  di  rumah  saudara  mama,  semakin  besar  rasa  rinduku  pada  semua  anggota  keluarga  semakin  besar  semangatku  untuk  berkumpul  bersama  mereka..
“hey  dir,  wih  makin  dewasa  makin  cantik  ya”
“makasih  tan,  tante  juga  makin  kece  aja  nih”
“ah  kamu,  masih  bisa  aja  ya  gombalin  tante”
Tanteku,  mamanya  Bela,  aku  begitu  akrab  dengannya,  akrab  dengan  selera humor  yang  sama.
“gimana  kuliahnya  sayang?”  belaian  tangannya  yang  hangat  kembali  aku  rasakan  di  ujung-ujung  kepalaku 
“lancar  aja  tan  nikmatin  aja  kali,  eh  tan,  Bela  mana?
“tuh  Bela  lagi  sama  temennya,  ada  Ariz  juga,  samperin  tuh  di  ruang  tamu”
“okee!  Dira  kesana  dulu  ya”
Seribu  rindu,  seribu  langkah  pula  yang  aku  langkahkan  untuk  menuju  ke  arah  mereka
“heeey”
“Diraaaa!!!!!!”  pelukan  hangat  itu  aku  rasakan  kembali,  setelah  beberapa  tahun  lamanya,  ternyata  rindu  itu  ada,  hadir  dalam  hatinya
“kangen  banget  gue sm  lo!” wajah itu..  begitu  aku kenali.. senyum  dan  binar  rindu  dari  matanya  sangat  akrab  menyambutku..
“gue  apalagi,  eh  gimana  kabar?”
“see?  Gue  baik,  lo?  Ciee  siapa  tuuh?”  pandanganku  beralih  pada  satu  sosok  asing  yang  tidak  pernah  aku  temui  sebelumnya.  Lumayan.  Pikiran  ini  mulai  menilai dari  ujung  kakinya  hingga  ujung  rambutnya.  Senyumnya  begitu  khas,  tawanya   renyah   se renyah  biskuit   yang   selalu   menemaniku  bersama  cappucino  hangat  dipagi  hari,  rambutnya  hitam  pekat  sehitam  awan  dimalam  hari,  kulitnya  coklat;  manis.
“oh  dia  temen  gue”
Lamunan  itu  pecah,  berserakan.
“hey  dir,  lo  disini?”  suara  yang  khas,  Ariz.  Orang  yang  selalu  siap  jadi  tempat   curhatan,  ngeluh,  dan  apapun  itu  yang  berurusan  dengah  Hati.
“Arizzz!!!  Sms  gue  ga  lo  bales  jahat  ya  lo!”
“sms  mana?  Gue  ganti  nomor  weey”  secepat  kilat  Ariz  mengeluarkan  smartphone  nya  “nih  nomor  gue”
“kebiasaan  banget  sih  lo!  Bete  guee”
“daripada  bete,  kita  jalan-jalan  aja,  mau?  Nih  temen  gue  bawa  motor  jadi  kita  bisa  berempat,  gue  sama  Bela,  lo  sama  dia,  Ilan”
Ilan.  Namanya  ilan;  orang  yang  memiliki  senyuman  yang  khas  dari  bibirnya; orang yang  memiliki  tawa  yang  renyah;  orang  yang  memiliki  wajah  yang  tidak  akan  pernah  aku  lupakan.  Apa   yang  ada  di  pikiran  ini  sejalan  dengan  apa  yang  aku  rasakan.  Mungkinkah?  Entahlah,  aku  belum  bisa  memastikan,  dan  mungkin  ini  hanya  perasaan  sesaat;  sementara.
“huoi!  Mau  ga?  Kok  ngelamun?
Lamunan  itu  kembali  mengusikku,  dan  kembali  pecah,  berantakan  tanpa  ada  yang  membenahi,  seperti  hati  ini,  pecah  dan  sulit  kembali..
“kok  gue  sama  dia?”  aku  menunggu  jawaban  atas  rasa  penasaranku.
“ntar  gue  jelasin  deh!  Lan,  lo  mau  kan?”
Pandanganku  kembali  menatapnya,  senyumannya,  ah,  membuatku  lupa  siapa  aku  dan  dimana  aku  berdiri.
“iya  gue  mau”  mata  yang  begitu  indah  dan  senyumnya  yang  begitu  manis  kembali  menatapku .
Hati  ini  bersorak  hebat,  senang?  bahagia?  sederhana.
Cinta  datang  terlalu  cepat
Tanpa  mengenal  siapa  aku
Tanpa  rasa  memahami  siapa  dia
Tanpa  memandang  siapa  kita
Hingga  cinta  itu  hadir
Dan  berubah  menjadi  luka

“lo  suka  ga  kalo  kita  ngebut?”
“hahaha  pertanyaan  lo!” 
“yaudah  gue  angkat  ban  aja  gimana? Pasti  lo  takut?  Hahaha”
“usil  banget  ya  lo”
Nekat.  Ban  yang  di  angkat  dengan  begitu  mudah  membuat  aku  tanpa  sengaja  memegang  pundaknya.  Takut.  Hanya  itu  yang  ada  dalam  pikiranku  dan  hanya  itu  yang  aku  rasakan.
“ya  Allah  maaf  banget,  lo  beneran  takut?  Maaf  ya  maaf”  kekhawatirannya  yang  begitu  tulus
“iya  gpp  kok,  nyantai  aja”
Kami  menepi,  berhenti  di  tengah  taman  kota  yang  begitu  indah.
“hey  kok  stop?  kenapa,  Dir?”  Ariz  dan  Bela  ternyata  ikut  berhenti  dan  menyadari  ada  sesuatu  yang  aneh  dari  kami;  aku  dan  dia,  Ilan.
“gpp  kok  cuma  mau  liat-liat  taman  disini  aja, asik  yah”
“iyalaah  asik!  eh  Dir,   lo  barter  ama  Bela  ya?  Biarin  mereka  berdua,  lo  sama  gue,  gimana?”  Ariz  terlihat  begitu  bersemangat
Kecewa.  Entahlah.  Perasaan  itu  kembali  mengusik  hati  dan  pikiranku
“yaudah  oke  aja  nih  gue”
Senyuman  yang  terbentuk  dari  bibirku  adalah  senyuman  hambar  tanpa  rasa.   Tidakkah  mereka  menyadari  raut  wajah  yang  begitu  kecewa?  Ataukah  Ariz   yang  begitu  mengerti,  tahu  perasaan  ini  dan  takut  aku  terlalu  dalam  merasakan   semuanya?   
 “dir”
Tanpa  sadar,  kami;  aku  dan  Ariz  berada  pada  posisi  yang  jauh  dari  mereka;   Ilan  dan  Bela.
 “iya,  Riz?”  
 “lo  tau  Ilan  itu  siapa?”
 “temen  lo  kan?”
 “dia  pacarnya  Bela”
Diam.  Perih.  Kecewa.  Bergantian  memaksa  masuk  dalam  hatiku.  Memaksa  aku   untuk  terhanyut  dalam  buaian  rasa  sakit.
“oooh”
 “iya  mereka  udah  lama  pacaran  tapi  nyokap  nya  Bela  ga  setuju”
 “gue  jadi  ga  enak  sama  Bela,  pantesan  mukanya  bete  gitu”  kekecewaan  itu  hadir  melalui  sorotan  mataku  yang  kian  berbinar;  sesak.
 “biasa  aja  kali”
 “iya  juga  sih,  eh  balik  dong,  panas  nih  gerah  gue”
Alasan  yang  logis . Panas.  Terik  matahari  memihak  kepada  hati  yang  teriris   kecil.
“yaudah  kita  balik”
Laju  motor  yang  begitu  kencang  tidak  membuat  aku  tersadar  dari  semua   gejolak  dalam  pikiranku.  
Handphone,  sms,  dan  mereka  adalah  yang  aku  butuhkan  saat  aku  mulai  bergelut  dengan  rasa  perih  di  dalam  hati .
Lita,  Monica,  Miko,  Tara;  mereka  sahabatku,  makhluk  Tuhan  yang  dikirimkan   untuk  menjagaku,  untuk  menjadi  tempat  bersandar  melepas  lelah,  berkeluh  kesah,  menangis,  bahkan  tempatku  bersemangat  bercerita  tentang  satu  kebahagiaan.
gue  mau  cerita  ke  lo  semua!!”  satu  sms  untuk 4  makhluk  yang  aku  anggap  sebagai  anugerah  terindah  dari  Tuhan. Sms  terkirim.  Dan  aku  terus  menunggu  satu  balasan  dari  mereka,  siapapun  itu,  aku  membutuhkannya.

“dir  udah  nyampe  nih,  lo kok  diem  aja?” tepukan  di  bahuku  menyadarkanku  dari  berjuta  pikiran  yang  mengganggu  kerja  otakku/
“eh  iya  yah?  Sorry ,  gue  sibuk  sms  temen-temen  gue”
Diamku  adalah  cara  untuk  melepas  semua  rasa  perih,  dan  Ariz  selalu  tahu  cara  itu.
Getaran  handphone  membuat  aku  kembali  bergelut  dengan  duniaku;  mereka.  Bbm,  ternyata  Lita  yang  memenangkan  untuk  menjadi  wartawan  sehari.
wooi  gue  ga  ada  pulsa!  Lo  kenapa?”  
Lita,  makhluk  menyebalkan  sekaligus  yang  begitu  patut  untuk  dirindukan.
Jariku  mulai  menari,  mengekspresikan  semua  yang  aku  rasakan,  tanpa  ada  yang  aku  tutup-tutupi.  Lita,  dengan  sikap  yang  terlihat  begitu  dewasa  terus  mencari cara untuk  bagaimana  aku  tidak  terlalu  larut  dalam  buaian  rasa  itu.
thanks  dear,  lo  emang  yang  terbaik!  Makasih  udah  sempet-sempetin  bacain  semua  cerita  gue  hari  ini
yailaah  itulah  gunanya  gue  dikirim  Allah  buat  lo!”
eh  kalo  anak-anak  pada  nanya,  gue  minta  tolong  lo  aja  yang  cerita,  gue  takut  rasa  itu  ada  lagi
Ya.  Rasa  itu  memang  ada,  tanpa  izin  dan  tanpa  permisi,  hadir  sebagai  teman  hidup,  mungkin.
beres!  yaudah  gih  sana  ga  enak  sama  sepupu  lo  yang  daritadi  lo  kacangin!”
Lita,  memang  yang  begitu  mengerti.
“ciee  sibuk  banget  kayanya”
Suara  itu,  membuat  jantung  ini  terus  memacu  memompa  darah  dengan  begitu   cepat.  Suara  itu,  yang  akan  terus  aku  rindukan.  Suara  itu,  begitu  khas.  Lembut,  jernih, dan  penuh  peduli.
“eh  lo,  Lan,  Bela  mana?”  Pandanganku  beralih  pada 
“gatau  tuh,  eh  gue  balik  ya!  See  you,  dir”  dia  melambaikan tangannya,  lambaian  tangan  pertama  dan  mungkin  akan  menjadi  yang  terakhir.
See  you?  Bukankah  kata  itu  adalah  bentuk  janji  tersirat  untuk  pertemuan  selanjutnya?  Ah,  harapan  itu..
Diam.  Aku  kembali  dalam  diamku..
Satu  bulan  setelah  pertemuan  itu..
Satu  bulan  berakhir  dengan  cepat..

“Dir,  mama  baru  buka  cafe”  mama;  sosok  perempuan  yang  selalu  mengagetkan  aku  ketika  aku  bergelut  dengan  lamunan  penuh  senyuman
“dimana?  kok  baru  cerita  sih  ma?”
“kan  surprise  buat  kamu  hahahaha.. di  pertigaan  jalan  raya”  mama;  sosok  perempuan  penuh  kejutan
“ohh  disana,  oke  ntar  kalo  dira  ada  waktu,  dira  nyusul,  mungkin  malem  aja  gapapa  kan  ya?” 
“oke  sip  deh  ntar  di  sana  ada  Ariz,  dia  bantuin  jaga  cafenya,  ada  tante  Eka  juga”
“horeeeee”  kekanak-kanakan ku  hadir  dalam  waktu  yang  sangat  singkat
Aku  begitu  bersemangat  karena  akan  bertemu  lagi  dengan  Ariz;  sepupuku  yang  selalu  menjadi  tempat  pembuangan  keluh..
“maa,  Dira  pergi  dulu  ya”
“hati-hati  ya  sayang”
“oke  maa!  kak,  gue  cabut  dulu  ya  bilangin  papa”  kakakku;  Jessica  Cindy;  makhluk  yang  selalu  aku  anggap  sebagai  makhluk  menyebalkan  selalu  bergelut  dengan  tugas-tugas  kuliah  yang  entah  kapan  akan  berada  pada  puncak  penyelesaian..
“iyaa.  Lo  pulang  ama  siapa  ntar?”
“di  anter  Ariz  laah  kak,  masa  iya  gue  pulang  sendiri  malem-malem  gila  lo!”
“sewot  banget  lo!  biasa  aja  kalii”
“udah  ah  gue  pergi  yaa,  assalamualaikum,  cantik”
“idiih,  yaudah,  waalaikumsalam,  jelek”
Seperti  layaknya  Bintang  dan  Malam;  begitulah  aku  memposisikan  diriku  dengan  kakak  satu-satunya  yang  ada  dalam  hidupku..
Waktu  sudah  menunjukkan  pukul  17:00  aku  duduk  cantik  di  dalam  sebuah  café  sederhana  yang  dinamakan  “DJ Café”  dengan  di  temani  secangkir  Orange  Jus  dan  alunan  Instrument  piano  membuat  aku  semakin  betah  berlama-lama  duduk  sendiri  menatap  indahnya  senja  tanpa  seorang  pun  yang  menemani..
“Ariz  belum  juga  muncul,  Dir?”
Lamunan  indah  itu  kembali  hancur  berantakan  dengan  satu  teguran  dari  tante  yang  begitu  aku  kenali;  tante  Eka.
“belum  tan,  mungkin  di  jalan”
“dia  sama  temennya”
“hah?  Siapa?”
“tante  belum  tahu,  katanya  temennya  juga  mau  kerja  sama  kita  buat  bantuin  tante  ngurusin  dan  ngejagain  café  ini”
Teman?  Ariz?  Teman  Ariz?  Mungkinkah..?
“eh,  itu  Ariz  tuh”
Diam.  Kembali  berpikir  tanpa  melihat  apa  yang  tengah  terjadi.
“Dir!”
“eh,  lo  udah  muncul,  daritadi  gue  tungguin”
“gue  jemput  si  Ilan  nih”
Ilan?  Oh  my  God..  dia  mungkin  ditakdirkan  untuk  hadir  kembali  dalam  hidup  ini.
“lo  masih  inget  gue?”
Kamu;  Ilan,  tanpa  aku  sadari,  kamu  terlalu  dalam  memasuki  batas  pemikiran  dalam  kepala  ini  dan  tanpa  aku  ketahui  kamu  telah  berhasil  memaksa  masuk  hingga  dalam  hatiku.
“masihlah,  masa  iya  gue  lupa  sama  yang  hampir  bikin  gue  jantungan  di  motor  hahahha”
“ciee  inget  aja  nih”  canda  yang  dia  lontarkan.. gerakan  tangan  yang  dia  mainkan  di  atas  kepalaku,  mengacak  rambutku,  hingga  rasa itu  kembali  ada..
“dir,  masuk  aja  sini”  Ariz  yang  sedaritadi  hanya  terpaku  dari  dalam  jendela  dapur,  kembali  bersuara.
“ngapain  sih  Riz?”  hanya  satu  pertanyaan  itu  yang  mampu  aku  lontarkan.
“gausah  kesana!  Lo  disini  aja  ya?  wajib!  Harus  duduk  di  sebelah  gue!”
Pernyataan  sekaligus  paksaan  yang  dia  tuju  ke  arahku  semakin  membuatku  penasaran  dengan  apa  yang  ada  di  dalam  hati  dan  pikirannya
“lo  masih  sama  Bela?”
“putus.  udah  lama.  Yaudahlah  gausah  bahas  dia  ya’
Singkat,  padat,  jelas:  bahagia
“ya  ampun!  udah  malem  bangeet  gue  harus  buru-buru  pulang  nih  si  mama  sama papa  pasti  bingung  deh  gue  kenapa  belum  balik”
“yaah  cepet  bener”  dia  melukiskan  kekecewaan  dari  sorotan  matanya
“iyaa  sorry  bangeet.  Riz!!  Anterin  guee!!”  teriakan  itu  mengagetkan  Ariz  yang  bergelut  dengan  berbagai  macam  tugas  yang  telah  di  siapkan  oleh  pemilik  café  itu;  mama.
“eh.  Ngapain  balik  sama  Ariz?  Dia  lagi  banyak  kerjaan,  lagian  ini  mendung,  gue  anter  aja  ya?”
“yakin  gapapa?”
“iya  gapapa,  yuk..”
Ternyata..  Bahagia  itu  sederhana..
Kita
Aku  dan  Dia
Sampai  pada  saatnya
Cinta  itu  nyata
Hadir  dan  selalu  ada

“Dir,  minta  nomor  lo”
“minta  sama  Ariz  aja  ya  gue  buru-buru  harus  masuk  rumah  nih,  lo  hati-hati  di  jalan  ya  jangan  ngebut  awas  kehujanan  dan.. jangan  pulang  terlalu  malem!”
“siap  boss”
“okee  byee”
“Dir”  menoleh  dan  kembali  harus  bertatapan  dengan  sorot  mata  dan  senyuman  itu..
“ya?”
Dengan  senyumnya  yang  begitu  melekat di  dalam  hati
“goodnight”
“you too ya”
Tuhan  adil,  Tuhan  baik,  bahagia  itu  nyata..
Senyuman  itu..  wajah  itu..  rasa  ini..  semua  hadir  tanpa  permisi..
Dering  sms  dari  ponsel  smartphone  berdering  dengan  begitu  hebat
hey!  Nih  nomor  gue!  Save  ya!  Tidur  gih  istirahat  udah  malem sms  pertama  di  hari  pertemuan  kedua..
siaapp  boss singkat,  mengisyaratkan  betapa  bingungnya  kedua  jempol  untuk  menari  indah  melukiskan  beberapa  kata
Satu  bulan  di  isi  dengan  sejuta  kata  manis
Satu  bulan  di  lukiskan  dengan  seribu  canda  humoris
Satu  bulan  di  warnai  dengan  seratus  senyuman  manis

Tiga  bulan  sudah  aku  berada  dalam  hari-harinya..
Banyak  kata  yang  penuh  keindahan  dia  lukiskan  dalam  hari-hariku..
Bahagia  namun  curiga..
Harapan  kosongkah?  adakah  sedikit  isi  dari  harapan  itu?

“gue  gamau  kehilangan  lo;  maafin  gue  yang  udah  ngecewain  lo;  gue  ga  akan  ngulangin  kesalahan  gue  lagi;  gue  ga  mau  lo  deket  sama  yang  lain; gue  cuma  takut,  lo  jauh  dari  gue; gue  nungguin  lo;  lo  satu-satunya;  kalo  lo  sakit,  gue  sakit”
Semua  kata  terbalut  dalam  sejuta  ketulusan? Apakah  semua  yang  kamu  janjikan  adalah  janji  yang  akan  kamu  penuhi  hingga  saat  dan  detik  ini?
aku  sayang  sama  kamu terlukis  indah  di  tanggal  11  di  bulan  maret  satu  tahun  yang  lalu..
Will  you  remember  me  the  way  I  remember  you..
You  are  the  sweeetest..
Every  moment  with  you.. is  the  sweetest  one..   Ilan

“lo  masih  punya  kita”  kata  itu  terlontar  dengan  penuh  keyakinan  dari  sosok  perempuan  yang  selalu  penuh  dengan  motivasi  yang  sengaja  dia  ciptakan   untuk  orang  yang  terkasih;  monica,  motivator  penyemangat  hidup,  satu-satunya   tercipta  untukku..
“gue  sayang  sama  dia,  tapi  gue  ga  cukup  sabar  buat  nanggepin  dia,  gue  mutusin  dia  tapi  kenapa  gue  harus  nangis?”
“heh!  Bodoh  ya  lo!  Udahlaah  lo  mutusin  dia  lo  harus  terima  resiko”  Miko  mulai  menata  kata  untuk  satu  sahabatnya..
“yaap  betuuul!  Gue  setuju  sama  lo,  Ko!”  Tara  bersuara.
Miko  dan  Tara,  selalu  ada,  begitupun  dengan  Lita  dan  Monica,  mereka  adalah  tongkat   penopang  hidup,  penerang  dalam  langkah,  penyemangat  dalam  jiwa,  dan  penghangat  bagaikan  matahari  menghangatkan  bumi  dan  kehidupan  yang  nyata..
“lupain  Ilan,  Dir.. dia  ga  baik  buat  lo,  sekarang dia udah jadi mantan lo, bukan pacar  yang  begitu  lo  banggain  lagi,  dia  sayang  sama  lo,  tapi  sayang  doang  ga  cukup  tanpa  adanya  pengertian  dari  rasa  itu,  sekarang  jadiin  dia  sebuah kisah dalam  hidup  lo!”  Lita,  begitu  dewasa,  penuh  kata  terbalut  rasa..
“terlalu  sakit  buat  ngelupain  dia..  gue  gatau  kenapa  gue  sedikit  nyesel  mutusin  dia  tapi  kalo  gue  pertahanin,  gue  tau  banget,  gue  bakalan  lebih  sakit  daripada  ini”  Tangisku  mengisi  hari  ini,  3  hari  sesudah  perpisahan  itu  terjadi…
“lo  tau  itu!  Tapi  lo  ga  mau  berusaha  bangkit  lagi?  ga  mau balikin  semua  keceriaan  lo?  Kita  kangen  itu,  raa!  Kita  semua  kangen  sama  lo  yang  ceria  bukan  lo  yang  terus-terusan  dihantuin  sama  rasa  penyesalan  yang berujung  kegalauan  itu!!”
“taa, gue  mau  bangkit,  karna  gue  tau,  gue  punya  kalian  semua,  orang  yang  selalu  ada  kapanpun  gue  butuhin,  kalian  selalu  berusaha  ngehibur  gue,  tapi  entah,  sayang  gue  ke  dia  itu  ga  sebanding  rasa  sabar  gue,  tapi  gue  bakalan  usaha  balikin  semua  keceriaan  gue,  demi  kalian  semua,  para  penopang  langkah!”  aku  kembali  berusaha sekuat  tenaga  untuk  kembali  dalam  senyuman termanis  yang  selalu  aku  jadikan  sebagai  topeng  untuk  menutupi  segala  rasa  sakit  yang  aku alami.. demi  mereka,  apapun  akan  aku  lakukan..  demi  mereka..  para  sahabat  hidup..
“buat  judul,  Dir!”  dengan polosnya,  Tara  mengambil  alih  semua  cara  untuk  menghiburku.
“apaan  deh,  Tar?  Orang  lagi  serius  lo  becanda”  
Miko  dan  Tara;  selalu  berbeda;  namun  mereka penghapus duka lara..
“gue  serius!  Buat  judulnya  Kisah  Sang  Mantan!  Keren, Dir!!”
“hahahahahaha  bisa  juga  ya  lo!  aah  gue  sayang  sama  kalian!  Bigthanks  buat  kalian  semua!  Kalian  emang  sahabat  hidup  gue!”

Senyuman  itu  kembali  bersinar
Tawa  itu  kembali  ada
Karena  mereka  yang  membuatku  tegar
Melepas  tangis  dalam  hati  dan  jiwa..  Karena mereka selalu ada..

Buat  kamu;  orang  yang  pernah  tiada  henti  menjadi  pengisi  hari  dengan  singkat  mencintai  dan  menyayangi  dengan  tulus..
Orang  yang  akan  selalu  aku  ingat  dan   yang  akan  aku  rindukan..
Orang  yang  akan  selalu  aku  simpan  rapat  dalam  sebungkus  kenangan  terindah..
Untuk  saat  ini,  esok,  dan  seterusnya..
Teruslah  bersinar  dalam  sanubarinya..
Teruslah  menjadi  penghangat  di  dalam  jiwanya..
Teruslah  menjadi  alasan  di  setiap  semangat  dalam  hidupnya..
Teruslah..  teruslah  menjadi  bintang di  dalam  hatinya..
Dia;  orang  yang  kelak  akan  mencintaimu  lebih  dari  aku; orang  yang  sudah  begitu  bodoh  menginginkan  kamu  untuk  pergi..