wanna be a writer and a famous pianist as soon as possible , I just wanna make them proud of me

Friday, February 6, 2015

sepercik harapan

Aku berdiri tepat di depan cermin kamarku. Memandangi sosok wanita yang sangat terlihat tegar. Tetapi, aku melihat ke dalam matanya.
Ketegaran itu hanyalah satu upaya untuk mewujudkan sebuah janji besar yang sudah terikat sejak lama.
Kekuatan itu hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang mengaku sangat menyayanginya.
Lalu aku mulai melihat tetes demi tetes air jatuh dari matanya. Dia menangis. Semakin kencang seperti mengisyaratkan kerapuhan yang sangat dalam. Dia masih menangis. Seperti ingin meminta sesuatu dariku. Tangis itu pecah. Kini aku memberanikan diri untuk lebih lekat melihat keujung matanya. Ada setitik harap disana. Dia berharap kekuatan lebih dari yang dia beri untuk semua orang yang menatapnya. Dia berharap kekuatan yang bukan hanya kekuatan dari dalam hatinya. Tangis itu semakin pecah. Matanya penuh dengan air. Kesedihan yang selalu dia tutupi kini terlihat jelas. Kesedihan yang membakar seluruh isi hatiku ketika aku lebih lekat memandangnya.
Sebelum ini, aku sangat mengenal sosok ini. Sosok yang setiap harinya tertawa, melepas penat yang ada dipikirannya. Tetapi kini aku semakin mengerti makna yang tersimpan erat di dalam tawa itu. Tawa yang mengisyaratkan bahwa dia harus kuat. Tawa yang mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja. Tetapi untuk satu kali ini, aku benar-benar tertegun didepannya. Tidak pernah terlintas dibenakku bahwa dia adalah wanita yang lemah. Wanita yang sedang merasakan kehilangan yang begitu dalam.
Tangannya menyentuh pundakku. Seperti memaknai bahwa dia membutuhkan pundak untuk bersandar walau hanya beberapa menit saja. Pundak yang akan dia basahi dengan sejuta kejujuran atas kelemahan dia saat ini. Pundak yang akan menjadi satu titik kekuatannya yang baru.
Lalu tangannya menyentuh jemariku, lalu menuntun agar aku mengusap lembut pipinya. Pipi yang dibasahi oleh air matanya. Dia kembali mengisyaratkan sesuatu yang bermakna dalam. Yang sepertinya sangat dia butuhkan saat ini. Dia memberi makna bahwa dia membutuhkan jemari yang hanya sekadar untuk mengusap air matanya yang turun bagaikan hujan saat mendung tiba. Mendung. Aku kembali menatap matanya. Satu kata itu tertangkap olehku.
Kini tangannya terangkat sebatas lengan tanganku dan melebar dengan pela. Dia seperti ingin dipeluk. Merasakan kehangatan kecil untuk melepas lelahnya, melepas penatnya dari semua permasalahan hidup yang teramat sakit untuk terus dia rasakan. Aku mencoba menggapainya, ingin sekali rasanya aku berada dalam pelukannya untuk menjadi penopang dan alasan dia untuk terus berusaha lebih kuat dan tegar. Tetapi, tidak akan ada yang bisa memeluk drinya sendiri.
Betapa hebatnya wanita ini, pikirku.
Dia bertahan demi orang tuanya. Dia bertahan demi keluarga besarnya. Dia bertahan demi sahabatnya.
Betapa kuatnya wanita ini.
Dia menguatkan dirinya semampu yang dia bisa.
Tuhan,
Atas nama wanita ini, aku memohon kepadaMu..
Kuatkan. Tabahkan. Beri yang terindah untukKu..

No comments:

Post a Comment