wanna be a writer and a famous pianist as soon as possible , I just wanna make them proud of me

Saturday, June 1, 2013

Harapan dalam suatu Masa




Entah apa namanya kalo bukan takdir.
Di kampus ini; salah satu di universitas ternama di pulau Sumatera, aku memiliki tiga sahabat yang penuh pengertian dan kepedulian. mereka adalah Nita, Sari, dan Risma, cewek-cewek simple yang hobi gosip.
“ta, tuh temen baru lo” sindir Risma mengagetkanku setibanya aku di koridor kampus. Kampus kami memiliki koridor kelas yang cukup panjang dimana di sepanjang pinggiran koridor itu di penuhi banyak tanaman-tanaman kecil yang begitu indah, pepohonannya yang begitu menyejukkan, nyaman sekali.
“hahahaha Prata maksud lo? Nyantai aja kali, toh mereka udah jadi bagian dari kita kan, guys?”
Bagian dari kita. Kami memperbanyak anggota, termasuk gabung dengan para cewek-cewek salon yang hobi banget sama yang namanya dandan. Dan.. tujuh! Sekarang kami menjadi tujuh manusia yang bersahabat dengan penuh kasih sayang dan kepedulian yang tak terhingga nilainya.
“iya sih, tapi gue kurang suka sama Prata doang, yang lain sih take it normal, tapi, namanya udah di anggep sahabat kan ya? Terima apa adanya dong” tambahku.
“tapi tingkahnya itu loh, anak-anak banget, padahal kan.. dia..lebih tua dua tahun dari kita” Nita menambahkan pendapatnya dengan nada yang terlihat ragu.
“iya sih, tapi bener kata Dita, kita harus pinter nyikapin, toh sama si Putri sama Yana kita-nya normal aja kan ya? Malah nyambung kalo sama mereka berdua” tambah Sari yang kemudian di susul oleh anggukan kepala dari kami bertiga.
Cewek-cewek salon. Mereka adalah Prata, yang umurnya dua tahun di atas rata-rata mahasiswa pada tahun ajaran kami, Putri, dan Yana, dua cewek yang terlihat pendiam, namun ternyata..menyebalkan.
                                                                        ……….
Pondok jamur. Tempat dimana cewek-cewek bergosip ria, dan diantaranya adalah kami; bertujuh.
“lo kenapa deh, ta? Daritadi ketawa sendiri” Risma menghentikan tawaku. Aku tersenyum manis.
“gak kok, gak ada apa-apa, Cuma lagi bbman sama temen gue” aku menyapu pandangan pada ke enam sahabatku. Putri menahan tawanya.
“gausah ketawa, put!” begitulah isi bbm terakhirku pada Putri. Ya, aku tertawa karena isi dari topik BBM kami yang tidak pernah menuju keseriusan, sepenting apapun itu.
endchat ya” balasnya. Masih melalui BBM.
Sejak aku –kami- bergabung menjadi sebuah persahabatan, entah darimana asalnya, aku lebih leluasa bercerita dengannya tentang apa yang aku lakukan dan bagaimana keadaanku dari dulu hingga sekarang. Cerita demi cerita kami tukar setiap hari, well, honestly, she is my bestfriend, hmm like lovely friend who I have now..
                                                                        ……….
Tapi semua hanya sementara, masalah demi masalah tak dapat kami hindari dan kami pecahkan bersama.
Kami memisah, empat, dua, dan satu.
Aku, Nita, Putri dan Yana memiliki persahabatan yang lebih sempurna. Risma dan Sari lebih memilih bergabung dengan cewek-cewek yang satu organisasi dengan mereka. Sedangkan Prata, hanya memilih untuk menyendiri dan leih mengarah pada sekelompok mahasiswi lainnya.                            
                                                                        ……….
Awalnya, aku terlihat hanya mendengar, mulai dari cerita dia dan Nando, pacarnya, sampai berujung pada cerita antara dia dan Alvi, gebetannya-sekarang-
“gue percaya sama lo, lo gak bakal nyeritain ke siapa-siapa kan, ta? Lo temen gue yang paling bijak yang pernah gue temuin, beneran deh” pujinya. Masih melalui BBM.
“Selama lo percaya sama gue, selama itu juga gue bakal terus dengerin cerita lo dan ngejaga semua janji gue ke lo” balasku, bijak. Super sekali.
“hehehe gue percaya banget sama lo! Lo udah di rumah?”
Hari itu aku sengaja pulang lebih awal. Sakit. Badan terasa panas-dingin, lambung pun tidak kalah hebohnya berlomba dengan suhu tubuhku.
hp-ku bergetar. Tanda notification from one mention.
“Getwellsoon my best, cepet sembuh dan jangan pecicilan ya!”
Ternyata Putri. Tidak cukup dari BBM, dia mengirim satu mention dari twitter account nya hanya untuk satu kalimat yang sudah di lontarkannya melalui BBM siang itu.
“iyaa, bawel, gue udah nyampe rumah, gue istirahat dulu ya, eh bilangin yana, ntar gue bales bbm nya, ntar sorean” enter. Delivered. Read.
“oke boss”
Istirahat. Rencanaku sore itu. Tetapi, semua terhenti ketika otakku memutar dan kembali mengingatkan aku pada satu sosok yang aku temui pagi tadi. Andre. Cowok futsal yang punya ketampanan wajah yang luar biasa. Senyumnya melumpuhkan. Aku tertidur dengan begitu nyenyak ketika aku mengingat wajah itu, membayangkannya begitu menyenangkan, rasa sakit hilang begitu saja. Suka? Just want to be him friend? Or him girlfriend? Whatever.
                                                                        ……….
“Put, kayaknya gue suka sama dia” pagi yang begitu cerah secerah penglihatanku. Pagi itu adalah pagi yang begitu membahagiakan, manis, semanis gula yang biasa aku larutkan dalam segelas teh, manis dan hangat. Senyumnya begitu membuatku semangat hari ini. Andre, Andre Sulistya, begitu nama lengkapnya, cowok futsal yang aku temui kemarin sore telah berhasil menyita perhatianku. Tinggi, senyum yang begitu menyejukkan dengan lesung pipinya di sebelah kanan, kulit yang kecoklatan terlihat seperti cokelat manis yang selalu menjadi pengisi kebosananku, hidung yang mancung, semua terlihat begitu sempurna dengan di tambahkan bumbu keramahannya yang begitu khas.
“hooy! Ngelamun lo? Mikirin ketampanan dia? Hahaha” Putri memecah lamunanku yang begitu membahagiakan dengan pukulan kecil di bahuku, dan kemudian di susul tawanya yang begitu menyebalkan.
“gue harus bisa dapetin nomornya dia! Harus! Tapi please, jangan bilang ke anak-anak soal ini, gue gak mau di ejek sama mereka, yang tahu ini Cuma lo doang ya, put” pintaku dengan gaya seperti memohon pengampunan kepada Raja-raja di istana dongeng. Serius sekali. Ya. Aku begitu menyukainya, mungkin lebih. Entahlah. Hasrat untuk memiliki itu ada, namun masih terlalu kecil untuk aku temui di sela-sela hati yang terlampau kosong.
“iya bawel banget lo” jawabnya seraya merangkulku untuk menenangkan kecemasan yang terlihat begitu jelas dari wajahku.
“hehehehe lo bantuin gue ya!” aku membalas rangkulannya sambil melangkah bersisian sepanjang koridor.
“udah ada nomornya di hadphone gue” langkahku terhenti seketika. Mataku nyaris keluar tanpa permisi, dengan wajah yang begitu terlihat polos, Putri tersenyum bangga.
“serius lo? Kok bisa? Kapan? Darimana?” aku mengguncang tubuhnya.
“aww sakit, ta! Sabar kenapa sih? Gue prepared buat lo. Lo kan sahabat gue” Putri melepas genggaman tanganku dari pundaknya.
“iya, sorry dear, mana nomornya?” pintaku dengan tersenyum manis.
Putri mengeluarkan handphone dari saku celana jeans nya, dan seraya menyebutkan nomor-nomor yang tertera di layar handphonenya tepat di telingaku. Begitu menyebalkan.
“balik, yuk! Dosen gak masuk, nih ada sms dari asistennya” putri menggenggam tanganku dan kemudian menariknya untuk mengajakku pulang, tanpa sadar, senyumanku terlukis indah dari koridor kelas sampai tepat di gerbang kampusku.
“ta, lo nyebelin deh daritadi gue di kacangin, lo senyum-senyum aja daritadi, lo dengerin gue ngomong gak sih?” Putri yang begitu kekanak-kanakan langsung mengambil posisi yang menjauhiku; marah, mungkin.
“ciee ngambek, yang di kacangin ngambek cieee” godaku seraya mendekatkan diri.
“tau ah. Anak-anak mana deh, gue mau balik ama mereka aja, bete sama lo”
“yaelah segitunya? Yaudah deh gue balik sendiri” dengan perasaaan senang dan sedikit kesal, aku berjalan meninggalkan Putri yang terpaku di depan gerbang kampus. Begitulah sifatnya, kekanak-kanakan, sensitif, dan menyebalkan. Tapi entahlah, semua itu tertutupi oleh semua sifat yang begitu menyenangkan; mengerti keadaan, memahami perasaan.
                                                                        ……….
“ta, kok pulangnya sendirian? Putri mana? Trus yang lain pada kemana?” sesampainya aku di depan pagar rumah, langsung di sambut oleh pertanyaan-pertanyaan yang begitu malas untuk ku jawab.
“gak tahu ma” dua kata dalam satu kalimat. Singkat, jelas.
                                                                        ……….
Dikamar ini, tempat dimana semua benda mati paham akan keseharianku, mengerti akan semua tangis dan senyumanku.
Kau tak sendiri, ku selalu bersamamu
Temani aku, sampai habisnya waktu..
Nada dering handphoneku berbunyi, nada dering yang begitu aku kenali, itu pasti Putri, dengan malas aku membuka mata dan tangan kananku masuk ke bantal yang begitu setia melukiskan mimpi yang terlihat nyata sore itu, teruus mencari-cari letak handphoneku yang entah berada dimana. yap! Ini dia! Aku menemukannya tepat di bawah kepalaku dan aku langsung memencet tombol hijau pada keypad handphoneku tanpa melihat nama yang tertera di layarnya.
“kenapa?” tanyaku ketus.
“lo dimana?” tanyanya dengan nada yang sangat aku pahami; takut.
“lo kenapa deh? Lo dimana?” gerakan tubuhku dengan sigap langsung bangun dan bergegas berdiri di depan pintu kamarku, seperti tahu akan keadaan yang terjadi disana.
“gue..gue di mall lagi potong rambut, trus gue lupa bawa dompet” dengan nada ragu Putri menjelaskannya kepadaku.
“ya Tuhan, yaudah lo tunggu disana gue ontheway ya” tanpa memikirkan pakaian apa yang aku kenakan saat itu, aku langsung menuruni beberapa anak tangga dan bergegas pergi dengan motor matic hitamku.
Please jangan hujan.. batinku memohon sepanjang perjalanan menuju salah satu mall di kotaku. Jarak mall dari rumahku terbilang lumayan jauh.
Hanya dalam hitungan beberapa menit, hujan turun dengan derasnya ditemani petir-petir yang selalu membuatku merasa takut. Dengan kecepatan maksimal, aku terus melaju tanpa kenal betapa bahayanya sore itu.
                                                                        ……….
Aku memeluk tubuhku yang terasa dingin karena hujan. Berjalan memasuki mall, tertunduk karena beberapa pasang mata memperhatikan.
Bruk!
Astaga, masih sempet-sempetnya jalan nabrak orang, ta!
“eh, sorry”
Suara itu, begitu mengagetkanku. Aku mengenalinya dengan sungguh. Dengan ragu, dan ditemani jantung yang begitu cepat memompa darahku, aku menegakkan kepalaku, memandangnya lekat, tanpa berkedip sekalipun.
“lo gapapa?” tanya nya sekali lagi yang menghancurkan semua kegelisahan batinku.
“i..iya, so-rry juga” jawabku terbata-bata
“kok lo basah begini? Keujanan? Nih pake jaket gue, biar lo gak kedinginan, lo bisa ngebalikinnya di kampus kok” Andre melepaskan jaket yang dikenakannya, dan memberikannya kepadaku dengan senyumnya yang begitu khas.
“kok lo tahu kita sekampus?” tanyaku penasaran.
“iya tahu lah, lo suka nonton pas gue tanding futsal kan? Hehehe gak kok, bercanda, gue tahu sama lo kok tenang aja, lo anak Politik juga kan? Sama kayak gue kan?” jawabnya dengan nada yang sangat ramah, manis sekali.
Putri! Batinku menjerit mengagetkanku.
“Eh sorry, gue harus nemuin temen gue, gue kesana dulu ya” pamitku dengan perasaan agak sedikit menyesal.
“ini jaketnya” tawarnya lagi.
“gak usah ndre, makasih ya” aku bergegas pergi meninggalkannya, meninggalkan dia dan semua ketampanannya sore itu. Jaket kulit yang sering di gunakannya, t-shirt yang begitu pas di tubuhnya, membuat dia semakin terlihat sempurna.
“lo tahu nama gue?” pertanyaan yang belum sempat aku jawab karena fokus perhatianku kini tertuju pada Putri yang nasibnya mungkin di ujung kasir.
Aku berlari kecil di dalam mall yang begitu ramai. Dan..terhenti seketika di depan sebuah salon ternama di kotaku. Segera masuk kedalamnya, dan menyapu pandangan di setiap sudut ruangan salon itu. Yap! Itu dia! Aku segera menghampiri sosok perempuan yang masih duduk manis di depan cermin sambil merapikan rambut panjang yang terurai lebat.
“Put! Lo kok nyebelin sih? Gue udah keujanan, udah nabrak orang pas lari-lari di mall ini cuma karena gue ngebayangin lo udah di malu-maluin di depan kasir, eh taunya lo masih senyum-senyum di depan kaca kayak begini!” ceramahku panjang, puas, menumpahkan segala kekesalanku hari ini.
“jangan marah-marah kenapa sih, cantik? Sini duduk. Lo keujanan ya? Sorry banget ya, makasih banget deh, lo emang temen gue yang baiknya badai” Putri memiliki kata-kata yang begitu maut hanya untuk meluluhkan orang-orang yang kesal padanya, tak terkecuali untuk pacarnya sendiri; Nando.
Aku hanya diam, menahan senyuman yang sedari tadi ingin aku lukiskan. Aku kembali mengenang apa yang terjadi tadi.
“senyum lagi, senyum aja terus, kacangin aja gue dari tadi siang”
“apaan sih? Mulai lagi.  lo tau gak? Tadi di luar gue ketemu Andre, dan you know what? Dia minjemin jaketnya ke gue” cerita yang aku lontarkan tak luput dari senyumanku yang begitu menyenangkan.
“trus? Jaketnya mana?” tanya Putri dengan tatapan sinis.
“ya gak gue terima lah! Emang gue apaan langsung nerima gitu aja, dan dia udah kenal gue hihihi one step nih” aku begitu antusias untuk terus membicarakan tentang cowok futsal yang membuat aku begitu nyaman membayangkannya; Andre Sulistya.
                                                                        ……….
Kantin kampus menjadi tempat dimana kami bertukar cerita.
"Eh kalian tahu gak kemarin ada yang kejebak di salon" aku membuka cerita yang langsung di sambut dengan antusias oleh ketiga sahabatku .
"Ta, please deh" putri tahu maksudku. Kalau bukan dia, yah..siapa lagi yang aku maksud di dalam kalimat pembuka cerita itu.
"Apaan ta? Cerita gih" tanya Nita semangat
"Pasti lo ya Put? Kenapa? Hahaha" tawa Yana begitu menyebalkan.
"Udah deh ta males gue sama lo" kekanak-kanakan itu muncul lagi, sambil menghabiskan cappucino-nya, Putri memajukan bibirnya terhitung 2 centimeter dari letak bibir aslinya.
"Yaelah lo ngambekan banget sih"
"Terserah deh"
Begitulah yang menjadi kebiasaan dalam hari. Kesal, marah, unmood, menjadi satu dalam hari yang di lewati.
"Oh ya! Gue suka sama Andre, yang punya ketampanan melebihi batas normal itu, yang anak futsal, kalian tahu kan?" Lanjutku mengalihkan topik pembicaraan siang itu.
"Iya tahu! Serius lo beneran suka? Lanjutin gih" yana terlihat semangat ketika aku mulai menceritakan dan mulai membahas semua yang aku rasakan
"Lo sadar gak sih? Dia itu beda agama, ta! Lo mau pindah agama gitu?" Diamnya Putri ternyata menyimak semua yang aku ceritakan. Kalimat demi kalimat ia lontarkan seketika, entah, bercampur kesal atau hanya sesaat. Sulit di pahami.
"Kok lo baru bilang sekarang? Setelah gue udah yakin kalo gue suka sama dia, dan sms dia itu udah jadi kebiasaan buat gue, gue juga yakin itu jadi kebiasaannya dia. Kenapa lo baru nyadarin gue sekarang? Gue udah terlanjur ada rasa sama dia, Put." Aku menahan semua air mata dari kelopak mataku, menahannya agar tidak jatuh di tempat ini; tempat yang sudah di penuhi oleh mahasiswa-mahasiswa yang lainnya, aku menahan dalam hati yang tercampur emosi.
"Gue bingung, satu sisi gue seneng liat lo seneng, tapi satu sisi gue gak mau liat lo sakit di ujung, ta! Gue ngerti banget perasaan lo, tapi gue.." Kalimatnya terhenti, ragu, menata kembali apa yang harus ia bicarakan
"Lo kenapa?" Tanya Nita yang membuat aku memandang Putri dengan lekat dan penuh harap
"Tapi gue gatau harus gimana, ta" jawabnya lembut, sambil membalas pandanganku yang begitu memiliki makna.
Diam. Aku terdiam sejenak. Kembali berpikir.
Agama. Mundur atau sudah terlanjur. Rasa itu ada. Datang tanpa permisi, menjadi sebuah arti dalam hati, sudah menembus dinding pertahanan, sudah menelusup di sela-sela kekosongan hari.
                                                                        ……….
"Kamu dimana?"
Aku terpaku melihat layar handphoneku yang menayangkan satu pesan singkat dari orang yang berhasil membuatku menangis sore itu.
"Dirumah, kenapa, ndre? Kamu udah di kost-an ya?" Aku membalas smsnya tanpa adanya satu perbedaan yang terlihat jelas dari hasil tarian kedua jempolku.
"Iya, jangan lupa makan, banyak istirahat ya!"
Begitulah kebiasaanku. Sms darinya menjadi sebuah alarm dalam hari-hariku. Salahkah?
Aku kembali terdiam, dan menangis tanpa suara.
Handphoneku kembali berdering, tanda satu chat dari BBM.
"Ta, lo dimana? Lo beneran suka sama dia? Please jangan lo dalemin perasaan lo, gue gak mau lo sakit hati, cuma itu, maafin gue ya"
Ternyata Putri. 
"Gue gak tau, put, let it flow aja, tapi, jujur, gue sayang sama dia, entah kenapa, nyaman banget sama dia"
"Iya gue tau, ta. Makanya gue gak mau lo terus-terusan kayak gini, perbedaan kalian itu ada di agama, ta! Fatal banget kalo di seriusin ujungnya"
"Pikiran lo jauh banget, put, tapi yaudahlah, gue mau istirahat dulu"
"Yaudah"
Just read. Endchat.
Aku memejamkan mata dengan menutup semua kepalaku dengan boneka spongebob kesayanganku. Aku tertidur dengan air mata yang masih tersisa di pipiku sore itu.
                                                                        ……….
"Ta, lo tau gak si Andre pake BB juga?"
Malam itu aku memilih untuk menelepon Nita, menghabiskan segala rasa yang ada, bercerita, bercanda, semua jadi satu.
"Gak, kok lo tau, nit?"
"Nih baru di invite, lo invite gih coba, dia belum gue accept hahahaha gak kenal soalnya"
"Yaudah gue invite deh, lo sms pin nya aja ke gue jangan di sebutin ntar gue salah denger, gue gak fokus soalnya"
"Iyaa cerewetnya"
"Thanks ya, eh lanjut sms aja ya? Perasaan gue gak enak nih"
"Yaudah, istirahat ya! Byee"
"Byee"
Aku memencet tombol merah di keypad handphoneku dengan perasaan yang tidak karuan. Entahlah. Apa yang selanjutnya akan aku hadapi?
Nita mengirimkan pesan singkat yang berisikan beberapa digit nomor pin Andre; yang aku tunggu sedaritadi.
Copy. Paste. Send.
Untuk beberapa detik aku menunggu notifikasi yang baru, dan berharap akan ada nama baru yang tertera dalam kategori kontak di BBM-ku.
Tidak butuh waktu sampai berjam-jam lamanya, aku sudah menemukan nama itu; Andre Sulistya. Tapi, semua itu bukan melukiskan kebahagiaan kecil untukku. Sedetik kemudian, aku menghempaskan handphone dari genggamanku, sambil memeluk spongebob kesayanganku, aku menangis sejadi-jadinya. Tanpa berpikir panjang, aku meraih kembali handphone ku dan memencet beberapa tombol untuk menelepon orang yang tepat di saat seperti ini.
Tut...tut...tut..
Aku terus menunggu jawaban suara di ujung telepon.
"Hallo assalamualaikum, ta?"
"Puuut" aku terus menangis, tanpa memperdulikan betapa bingungnya sahabatku itu yang terus bertanya dalam kekhawatirannya yang terasa begitu tulus
"Coba atur nafas dulu, kenapa coba?"
Aku mengatur nafas sesaat, kemudian berusaha mengeluarkan suara walau terdengar tidak begitu jelas.
"Dia udah punya pacar, di profile bbm nya ada nama pacarnya"
Putri hanya diam.
"Gue sayang sama dia, put, dia jahat banget sama gue"
"Udah gue bilangin kan?"
"Iya, maaf gue gak nurutin lo, tapi gimana? Gue terlanjur sayang sama dia"
"Coba lo tanya sama dia itu siapa"
Aku masih meneteskan air mata yang tercampur penyesalan dalam hati yang begitu dalam.
Beberapa menit kemudian aku memilih untuk bertanya dan menanti jawaban untuk sebuah masa.
"Gue sms dia dulu, tunggu bentar ya"
"Oke, waiting for you"
Tanpa mematikan sambungan telepon, aku mengirimkan pesan singkat untuk cowok futsal yang sampai detik ini terlanjur aku sayangi dengan sebuah ketulusan sanubari.
"Ndre, yang di bbm nama siapa? Pacar kamu ya?" Dengan di tambahkan smiley aku memencet pilihan tombol send pada layar handphoneku
"Udah gue sms put, tinggal tunggu balesannya aja"
Dering sms berbunyi dua kali. Dengan spontan aku langsung membukanya, dan, seketika kembali menangis sejadi-jadinya.
"Kenapa ta?"
"Itu pacarnya, dan udah 2 tahun"
Putri terdiam sejenak.
"Yaudah, sekarang jauhin dia ya? Bisa kan?"
"Put, satu hal yang lo belum tahu dan lo harus tahu"
"Apaan?"
"Besok libur kan? Bisa temuin gue di cafe biasa?"
"Oke"
"Gue tidur ya"
"Sleepwell ya, please jangan lo pikirin ya jangan jadiin beban"
Sebenernya, bukan cuma itu yang buat aku nangis, put..
Batinku menjawab.
"Iya, dear, makasih ya"
Sambungan telepon putus. Aku menenggelamkan kepalaku sambil memeluk bantal spongebob kesayanganku. Selalu aku lakukan ketika aku bergelut dengan tetesan air mataku.
                                                                        ……….
"Gue ontheway"
"Oke, put!"
Hari ini banyak air mata yang akan aku lihat. Harus siap, dan harus bisa membuat semuanya normal. Batinku meyakinkan.
                                                                        ……….
"Put, semalem bokap gue sms"
"Sms apa?" Sambil membuka menu makanan, Putri tetap mendengarkanku.
"Dia sms..."
Pembicaraanku terhenti ketika salah seorang pegawai cafe menghampiri meja kami.
"Cappucino blended satu, lo apaan ta? Yang biasa?"
Aku mengangguk pelan.
"Caramel latte satu, makasih" putri tersenyum manis. Dan melanjutkan memandangku yang sedaritadi hanya tertunduk memikirkan suatu cara untuk bicara.
"Kenapa? Ada yang lagi lo pikirin?"
"Bokap mengharuskan gue pindah ke luar, put" Putri terdiam mematung. Tampak jelas semua kekecewannya dari sorot matanya.
"Bokap dapet kerjaan yang mengharuskan keluarga buat netap di sana, dia di terima di perusahaan asing, di..." Aku mengontrol nafas sejenak. "Di Australia"
Aku menepis satu tetes air mata yang berhasil tumpah dengan sendirinya.
Aku kembali melanjutkan semua pembicaraan tanpa mempersilahkan Putri untuk bersuara.
"Ternyata ini surprise buat keluarga, dan bokap udah ngurus semuanya, dan 3 hari kedepan, gue berangkat, dan ini buat lo, gue yakin setelah ini gue bakalan sibuk prepare untuk hari itu, lo ngerti keadaan gue kan?" Aku mengeluarkan kotak kecil dari dalam tas ranselku.
"Anak-anak lagi ontheway kesini, dan gue mau ngejelasin ke mereka juga" aku kembali melanjutkan.
Putri tertunduk memandangi kotak yang terbungkus rapi oleh gambar-gambar hellokitty kesukaannya. Cantik sekali.
Sesaat kemudian, kami berkumpul, berempat.
"Gue mau tothepoint aja" akhirnya, Putri bersuara, dengan suara serak menahan semua gejolak rasa.
"Kenapa? Kalian kenapa sih?" Yana menyadari akan sesuatu yang aneh.
"Yang pertama, Andre udah punya pacar, dan yang kedua, si Dita 3 hari kedepan dia pindah ke Australia, bokapnya kerja disana, dan dia pindah kuliah"
Semua terdiam, dan aku hanya tertunduk mendengar semua yang Putri bicarakan, dengan nada yang terlihat begitu ketus, namun kecewa. Aku tahu itu.
"Gue sayang banget sama kalian, gue gini karena keadaan, gue juga gak mau pisah dari kalian, tapi apa yang harus gue lakuin?"
"Udahlah, semua harus di jalanin" jawab Putri dengan begitu ketus.
"Ta, jangan lupain kita ya" Nita tidak sanggup menahan air matanya.
"Ini ada sesuatu buat kalian, gue harus pergi, bokap nyuruh gue tanda tanganin berkas-berkas untuk kuliah gue di sana, semua udah gue tuang di dalam kotak itu, gue sayang sama kalian" aku berdiri dan bergegas meninggalkan mereka, tapi semua terhenti karena Nita menggenggam erat tanganku dan menjatuhkan tubuhku dalam pelukannya, erat sekali, begitupun dengan Yana yang kemudian ikut memelukku, begitu erat pelukan mereka. Ya, hanya mereka yang berhasil membuat hari-hariku penuh warna. Hanya mereka yang membuat aku tahu bahwa aku memiliki penerang dalam hidup.
……….

Buat kalian,
Ini album foto yang sengaja gue buat, niatnya pas kita pisah wisuda, gue baru mau ngasih liat ke kalian semua, tapi semuanya gak sesuai rencana, pisahnya bukan karena wisuda.
Jangan nangis ya, tangisan kalian itu tangisan gue juga, jadi kalo kalian nangis, gue juga ikutan nangis.
Buat kalian,
Makasih banget selama gue kenal sama kalian, selama itu juga gue tahu kalo gue punya sahabat yang sayang banget sama gue, kalian bener-bener punya tempat special di hati gue, kalian bener-bener keluarga buat gue, maafin gue kalo gue sering nyebelin, maafin semua sifat gue, dan jangan lupa titip salam buat Prata ya, tapi jangan gantiin gue dengan dia ya! Hahaha
Gue bakalan tetep usaha buat terus ngabarin kalian, doain gue dan gue pasti bakalan selalu ngedoain kalian, jaga kesehatan ya , sukses buat kedepannya, makasih banget, gue sayang sama kalian melebihi apapun.
-Orang yang akan kalian rindukan-
                                                                        ……….
Buat lo, Putri Utami!
Maaf banget gue bikin lo nangis.
Maaf banget gue gak nurutin semua yang lo bilang ke gue.
Maaf banget gue gak nepatin semua janji yang gue buat ke lo.
Maaf kalo gue sering marah ke lo
Makasih ya,
Makasih buat semua pengontrolan lo selama ini
Makasih buat semua waktu lo buat dengerin gue
Makasih buat semua kebaikan lo
Makasih buat bantal spongebob yang selalu gue jadiin tempat gue nangis
Makasih buat cokelat-cokelat yang lo jadiin kebiasaan buat ngasih ke gue
Lo bakalan kehilangan tempat buat lo ngambek ya, put? Hehe maaf gue gak bisa lama nanggepin kekanak-kanakan lo..
Play tombol yang ada di boneka hellokitty ini ya kalo lo kangen sama gue. Akan ada suara gue yang teriak kangen juga sama lo.
-dari orang yang selalu nganggep lo inspirasi-
                                                                        ……….
Aku menatap langit yang terlihat mendung.
Aku mengeluarkan handphone dari saku jeans yang aku kenakan. Memencet angka-angka yang akan aku sambungkan di telepon sesegera mungkin.
"Hallo" nada yang terdengar tidak memiliki semangat sekecilpun
"Put, gue berangkat ya, lo udah baca surat gue? Simpan bonekanya baik-baik ya, lo juga, lo jaga diri baik-baik ya, salam buat Nita sama Yana ya, trus..salam buat Andre"
Aku menangis di tengah gemuruh hujan yang turun dengan deras menghantar kepergianku siang itu.
Hanya tangisan putri yang terdengar di ujung telepon. 
"Please put, jangan nangis, gue gak mau denger lo nangis"
Putri terdiam sejenak, dan langsung mematikan telepon yang sebelumnya ia hanya menyampaikan beberapa kata
"Lo baik-baik ya"
……….
Mereka begitu sempurna
Mereka adalah pelukis hari
Mereka adalah inspirasi
Dan kamu adalah orang yang selalu aku tulis
Dan orang yang selalu sama.... Tidak akan pernah berbeda..
Terimakasih, untuk kalian..
Dan teruntuk orang yang begitu leluasa masuk ke dalam hati kecil ini, terimakasih atas semua pembelajaran yang kamu ajarkan.. Aku menyayangimu.. tulus..

Your memo have saved. Aku memasukkan handphone ke saku jeans ku. Kemudian aku bersandar di kursi mobil, dan menutup mataku, memajamkannya dan membiarkan air mataku berjatuhan. Aku meyakinkan dalam hati
"Semua harus terlewati dan inilah masa yang harus aku jalani" aku membuka mataku dan menghapus semua air mata,
"aku akan kembali, kembali untuk kalian semua, dan masih akan menanti sebuah harapan dalam suatu masa; untuk kamu, Andre Sulistya"

-the end-

No comments:

Post a Comment